Jumat, 23 April 2010

Tak Ada

Tak ada biara di pegunungan atau istana musim panas yang berdiri pongah di ujung lansekap; tak ada satu pun yang dibangun dari tumpukkan pasir atau susunan batu belaka.

Tak ada keraton di balik rindang pepohonan purba ataupun pertokoan kota lama dengan asap sehitam jelaga; tak ada yang dicipta semalam dan sekejap mata.

Kata orang, Sutasoma bukan berasal dari gunjingan kasta sudra ataupun senyum palsu para Brahmana; tak ada kitab yang ditulis dalam khayalan, tak ada wahyu dalam semalam.

Tak ada satupun, tak ada.

Bukan negeri ini, bukan bangsa ini. Keduanya dicipta dalam cakrawala waktu yang menempa kekerabatan di bawah terik dataran khatulistiwa, tak ada kekerabatan darah dan keluarga.

Tak ada satupun, tak ada.

Keduanya terus ditempa oleh waktu, terus diuji tentang kekerabatan. Tentang mimpi membangun istana dari tumpukkan pasir yang berasal dari ribuan pesisirnya, tentang sebuah benteng kokoh dari susunan batu belaka.

Keduanya terus ditempa; bangsa ini sedang diuji.

Apakah berbeda-beda tapi tetap satu ataukah berbeda-beda harus menjadi satu?

Bangsa ini yang akan menjawab, apakah Sutasoma hanya dusta, ataukah memang ada bangunan pasir yang menyilaukan mata?

(Memoar luka tentang penggusuran pemukiman Cina Banteng)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar