Kamis, 27 Mei 2010

Mencinta Hingga Gerbang Maut

Layla Majnun yang menginspirasi kisah Romeo Juliet konon berasal dari kenyataan mengenaskan.



Sebuah kisah cinta penuh kemalangan, itulah yang menginspirasi Nizami Ganjavi untuk menulis kisah ini, kelak Shakespeare terinspirasi darinya.



Drama cinta tentang kesetiaan dan kemalangan tak akan tercipta dari khayalan, sebuah kisah penuh luka tak mungkin lahir dari bualan.



Ada teladan yang menjadi martir bagi lahirnya kisah para pujangga. Adalah para pasangan, yang berpegang erat pada janji suci di depan altar atau berikrar di hadapan orang saleh. Taat sampai mati.





Drama cinta tentang kesetiaan dan kemalangan tak akan tercipta dari khayalan, sebuah kisah penuh luka tak mungkin lahir dari bualan.



Para martir kasih menginspirasi para pujangga, dalam kebisuan dan kerapuhan tubuh mereka, berbagi air mata dan mereguk surga bersama. Kisah hidup mereka ada dalam satu suara:



Mencinta hingga gerbang maut.



(Sebuah puisi yang terinspirasi oleh BJ Habibie dan Almarhumah Ainun Hasri Habibie)

Rabu, 12 Mei 2010

Jika Mereka Bicara

Jika pasir bisa bicara kawan, akan ada cerita tentang batu yang dirapuhkan bumi, sebuah kisah tentang gunung karang yang musnah dalam waktu dan lahirnya padang gurun dari bebatuan.



Jika hujan bisa berucap kawan, akan ada cerita sederhana tentang riwayatnya, sebuah nubuat tentang panasnya matahari yang merenggut butiran basah dari sungai, kemudian dipudarkan di langit. Sebuah mitos akan dikembangkan dari derasnya hujan yang turun.



Pasir dan hujan kawan, jika keduanya mampu berkata maka akan ada badai gurun yang mengamuk hari ini. Hujan kering yang panas dan membutakan. Kita tak akan pernah melihat dan bernapas lagi.



Jika tanah mampu membuka mulut kawan, akan ada pengakuan tentang belulang yang dihimpit di dalamnya, sebuah kisah tentang kesuburan dari hidup yang direnggut dalam kebisuan.



Jika hari ini, aspal panas dan jalanan berdebu mampu berteriak kawan, maka akan kau dengar cerita yang ingin mereka bagi padamu. Tentang kenangan yang harus disudahi dan sepenggal tradisi yang masih berarti.



(Mengenang Peristiwa 12 Mei 1998 Sebagai Sebuah Kenangan dalam Perjuangan)